THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 10 Juni 2010

PIS Jilid II

Senda gurau terdengar nyaring di sebuah kamar asrama milik Fauzan dan Miftah. Keduanya sedang asyik membahas tentang politik balas budi yang terjadi di kalangan relasi ayahnya.
"Ayah loe dulu juga gitu, bro? Nyelundup sana, nyelundup sini? Hahaha... Kayaknya masih parah ayah gue deh, bro. Loe tahu kagak, ayah gue dulu yak hampir masuk jeruji najis itu gara-gara ngumpetin bundelan karung yang isinya milyaran,bro."
"Tuh duit darimane,bro?" tanya Miftah heran.
"Ya dari tikus tikus got itulah.. Masa' dari pak kyai Wahyu Islam?!"
"Ssstt..bro, jangan kenceng-kenceng ngomongnya, ntar kalo ada santri laen yang denger trus ngadu ke kyai Wahyu bisa berabe kita.."
"Hehehe... Iya juga sih. Eh,eh.. sini,sini.. gue ada rencana."
"Apa, apa?" Miftah mendekat, keduanya berubah menjadi raut serius. Karena biasanya jika Fauzan udah punya ide-ide brilian, misi itu selalu diminati sama Miftah juga.
"Kita udah berapa hari di Kudus?"
"Emm... yang waktu kita berkelana diitung juga kagak? Apa pas kita udah di asrama sini doang?"
".................................................................." Fauzan sengaja diam. Ia tahu watak sahabatnya yang terkadang masih lemot juga.
"Napa loe diem?" tanya Miftah polos
"Bro, ganti topik bentar. Loe udah sama gue hampir berapa lama sih?"
"Kalo gue nggak salah inget udah 19 tahun-an,bro. Kan dari bayi nyampe kita segede gini kita always together. Hehehe..."
"Nah, kalo loe tahu selama apa kita bareng terus, napa sampe sekarang loe masih lemot sih dengan apa yang gue omongin?? Huhh...."
"Afwan...Afwan.... Hehehe.... Lanjut,lanjut..!"
"Gini bro, gue pengin ngebuktiin kalo kyai Wahyu bener-bener seorang muslim sejati apa nggak.. Loe tahu lah maksud gue, kayak biasanya kita gitu.."
"Wah bro, gue gamang kalo soal ini. Beliau itu ma'rifat, gue.........................."
"Nah,justru itu... Seandainya dengan kemakrifatannya itu beliau udah tahu niat usil kita, otomatis donk kita di sidang. Gue kira dalam persidangan tersebut kita akan tahu adil tidaknya beliau, bijak atau enggaknya beliau dalam memutuskan mas'alah."
"Ooo...gitu?"
"Deal???"
"Na'am, sure.. okay!!"
"Bidik target kapan nih mulainya?"
"Gue sih mending hari kamis,bro.. Ba'da pengajian ."
"Sip kalau gitu.. Semoga misi kita kali ini di ridhoi oleh Allah."
"Aaamiin................."
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Afwan, kenapa kamar saya hanya ada satu kasur ya akh?" tanya Salim kepada penjaga kantin malam itu.
"Lho, sampeyan ndak tahu? Kamar nomor 12 kan istilah gaulnya VIP tho.. Yang buat para 'peminta spesial' gtu.. Yaach..meskipun antum liat kamarnya biasa wae, tapi ya ane bilang tetep spesial karena cuman antum yang nempatin."
"Afwan, cuma di kamar 12 saja?"
"Iyo......." kata kang Dul sambil mengangguk pasti.
"Kenapa saya?"
"Yo, mungkin karena antum punya hubungan nasab sama kyai."
"Tidak,tidak. Saya tidak punya hubungan nasab dengan beliau. Bertemu saja baru satu kali,akh. Waktu penyerahan formulir dulu."
"Hemm...kalo begitu, mungkin keluarga antum kenal sama kyai?"
"Keluarga?" Salim buru-buru lari ke kamarnya mengambil ponsel dan menghubungi papanya. Ia agak kesal dengan tingkah ayahnya kali ini. Menempatkan dirinya masih pada kemewahan. Padahal, tujuan ia berkelana jauh-jauh ke Kudus kan ingin menemukan sesuatu yang baru, sesuatu yang jauh dari kemewahan.
"Assalamu'alaikum Papa..."
"Wa'alaikumussalam anakku...."
"Pa, Salim nggak mau.................................."
"Iya,iya,Papa tahu kamu akan protes seperti ini,nak.Tapi pertimbangkanlah dulu,kau itu jauh dari orangtua. Kami cuma memprioritaskan kebutuhanmu sebagai yang utama."
"Tapi Pa, bukan dengan cara yang berlebihan seperti ini... Salim ingin hidup normal, seperti remaja pada umumnya. Pa, maaf, bukannya Salim tidak menghargai semua pemberian papa dan mama. Namun Salim juga ingin bisa mandiri seperti pria lain."
"Sudahlah, dasar anak tak tahu diuntung. Terserah saja, mulai sekarang urus dirimu sendiri."
Klim. Mati. Bersamaan dengan itu, Salim marah dengan dirinya sendiri. Salim merasa tak berguna jadi anak yang harus terus mengandalkan orangtuanya. Dan kali ini puncaknya, selama ia hidup baru kali ini Salim kena marah papanya.
Tak berapa lama kemudian, ada yang mengetuk pintu kamar Salim. Dengan muka kusut,ia buka pintu kamarnya. Ternyata kyai Wahyu. Salim sangat kaget dengan kehadiran beliau,namun di sisi lain ia amat senang. Kegelisahannya tentang kamar hampir menemui titik cerah dimana ia bisa langsung jujur pada kyai Wahyu tentang apa tujuannya ke Kudus.
"Assalamu'alaikum...."
"Wa'alaikumussalam, kyai..." jawabnya lirih. Salim menunduk, ia sedikit gemetar.
"Boleh ana masuk, anakku?" tanya kyai.
"Silahkan...silahkan masuk,kyai....."

Kyai Wahyu duduk disamping Salim yang masih tertunduk. Seperti ada yang berhenti di tenggorokannya saat ia berusaha ingin memulai perbincangan. Kyai Salim tahu, tapi hanya tersenyum. Hening sejenak, keduanya terpaku pada hembusan angin malam dan sapa hangat binatang jangkrik.
"Emm...gini pak kyai........................."masih gemetar mengucapkannya
"Mau tanya masalah penempatanmu di kamar ini, nak?" terka kyai Wahyu,
"Be...ben...benar, benar kyai.. Itu yang mau saya tanyakan."
"Kalau jawabannya adalah keputusan ana?"
Kening Salim mengerut. Ia bingung.
"Jawabannya adalah keputusan ana. Fahimtum?"
"Afwan, laa afham.." Salim menggeleng, Kali ini refleks ia menatap ke arah kyai Wahyu.
"Kau membebani dirimu sendiri dengan masalah sepele begini,nak. Mungkin belum saatnya dirimu tahu. Patuhi saja apa yang ana putuskan. Antum sanggup?"
"Tidak kyai, saya belum sanggup menerima ini semua. Yang saya inginkan bukan peng-istimewaan terhadap saya seorang. Saya tak ingin menjalani hidup baru saya di asrama ini dengan bayang-bayang harta orangtua saya, kyai. Maaf kyai, sekali ini saja, meski saya tahu kalau saya sangat lancang, berani minta ini-itu pada kyai, tapi... tapi saya mohon, pindahkan saya ke kamar yang biasa saja."
"Jika antum belum sanggup, jalan keluarnya adalah antum lebih baik pindah asrama."
Seperti ada yang memukul gendang di hati Salim. Kyai Wahyu memberi waktu 3 hari untuk Salim. Keputusan ada padanya, bukan pada kyai Wahyu.
Ya, 3 hari itu akan menjadi hari sakral dimana Salim akan dipertemukan dengan ketiga sahabat barunya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dika, cerita mengenai dirinya agak sedikit aneh. Dimana ia tersohor karena IQ-nya tinggi, mendadak saat pertama kali memasuki gerbang asrama (malam pertama masuk hampir bebarengan dengan Salim) merasa linglung dengan area ini. Ia tahu nomor kamar asramanya,namun berulang kali ia cari nomor kamar itu berulang kali pula ia tersesat. Hingga tengah malam, Dika tak juga menemukan kamar nomor 45 itu. Karena kelelahan ia beristirahat sebentar disamping taman belakang asrama. Dika tertidur pulas di dekat taman itu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Misi mulia bin aneh milik Fauzan dan Miftah, kegelisahan milik Salim, dan perubahan mendadak milik Dika, akan mempertemukan mereka pada satu malam yang singkat ini.
Hmm... mau tahu kelanjutannya? Di tunggu saja kemana arah cerita ini.....

to be continued......................... ^_^

@beranda inspirasi, Bintang-Bintang Malam



Rabu, 09 Juni 2010

Persekawanan Ikhwan Sejati



Sekelumit cerita tentang sebuah persekawanan antara 4 ikhwan yang dipertemukan Tuhan pada sebuah masa yang orang-orang awam tak pernah terfikirkan tentang ini.

Muhammad Radika Ghifary. Pemuda asal kota Rembang, Jawa Tengah yang meneruskan kuliah di sebuah institut Islam negeri di kota Kudus. Ia nge-kost bersama sepupunya yang masih di jenjang Aliyah juga di Kudus. Dika menempati urutan pertama mahasiswa yang lulus test beasiswa di Institut Islam Negeri Kudus. Dika, begitulah sapaan akrabnya selalu menjadi sosok idola dimanapun ia berada. Namun Dika, hingga kini masih kuat mempertahankan prinsipnya untuk tidak menjalani hubungan spesial dengan seorang akhwat tanpa ikatan pernikahan yang halal terlebih dulu.
Abdullah Salim, lulusan Al-Azhar Jakarta yang lebih milih masuk kampus terpencil di kota Kudus. Ia suka dengan keramahtamahan penduduk desa setempat saat pertama kali ia mengunjungi kota santri itu. Salim tertarik pada bangunan konstruksi Institut Islam Negeri yang menurutnya lebih terlihat religius dan sederhana. Ia bosan dengan sebagian besar bangunan metropolis yang tersohor kecongkakannya. Salim berniat mengubah dirinya yang telah lama hidup dalam kemewahan. Meski dalam tahap awal meminta izin, Salim tak direstui sang papa. Namun Salim tetap berusaha meyakinkan papanya. Well, Salim terkenal julukan perayu yang ulung, Eiittss..jangan pada salah paham. Merayu dalam hal kebaikan kok. Karena Salim memiliki pondasi agama yang tangguh, jadi kemungkinan kecil ia memanfaatkan bakat merayunya menjurus ke hal yang negatif. Next!


Dua ikhwan supel bergaya bak aktor bernama Fauzan Adzima dan Miftahus Surur. Mereka berdua bersahabat sejak kecil. Hidup di kalangan jutawan se-kota Kudus. Milyader dan jutawan yang sering bertandang ke rumah mereka tak luput dari aksi dakwah dua ikhwan ini. Dulu saat mereka masih SMP, mereka nekat mencuri barang bawaan tamu ayahnya lalu dibagikan ke kaum dhu'afa dekat kompleks perumahannya. Mereka sepakat hasil curian itu harus diberikan pada kaum yang benar-benar membutuhkan.


Yuuhuu..... menarik nggak awal alur nih cerita, sobat? Aku kira cukup disini dulu. Afwan, bukannya aku ingin membuat kalian penasaran kemana alur cerita ini mau dibawa (sings sejenak :: mau dibawa kemana...cerita kita...) hehehe... ^_^

Sobat, aku hanya ingin membuat kutipan tentang para ikhwan yang menjadi idaman setiap akhwat untuk kelak menjadi penyandingnya. Nah, Dika, Salim, Fauzan dan Miftah dalam cerita ini akan membawa kita pencarian jati diri mereka sesungguhnya. Tetap dalam lorong jalan-Nya yang penuh liku, ataukah mereka lebih memilih jalan mulus tanpa aral yang terjal namun menyesatkan ke-empatnya.

Oke...
To be continued yach, sobat.........................................................................................

Syukron wa Afwan...
Keep smile ^_^


@beranda inspirasi, by Bintang-Bintang Malam.

Selasa, 08 Juni 2010

Aku dan Ibu







Bismillahirrahmaanirrahim...
Assalamu'alaikum sobat semua.... ? Apa kabar kamu hari ini? *shout it : LUAR BIASA!

Oke, tak usah lah berbasa basi ria...
Sebelumnya afwan,lama nggak posting blog dikarenakan baru menjalani misi penyembuhan (read: rehat dari kesakitan yg luar biasa).

Hmm... Posting-ku kali ini kenapa berjudul aku dan Ibu? Apa sih pentingnya Ibu? Dia siapa? insyaallah akan terjawab dengan versiku tentunya !!
Versi-ku, Ibu itu malaikat yang berwujud nyata diciptakan untuk mencintai,melindungi,menyayangi,dan merawat kita sepanjang masa. Nggak ada keluh kesah untuk masa depan kita. Kalian tahu, ternyata beliau udah merencanakan masa depan kita bagaimana. Hmm... seseorang pernah discuss denganku mengenai ini. Aku bilang, Ibu hanya perlu kepatuhan kita padanya, Ibu tak membutuhkan kecantikan/ketampanan kita, tak butuh kepintaran kita, tak butuh seberapa kaya-nya kita kelak. Yang beliau butuhkan, adalah cinta dan ketulusan kasih kita padanya. Egoiskah jika aku bilang kita harus menuruti pinta beliau semuanya (selama tak bertentangan dengan syari'at agama kita) ? Sobat, aku mencintai Ibu namun cintaku tak sanggup menyamai cinta Ibu padaku. Aku menyayangi beliau tapi tak pernah bisa membalas kasihnya seutuh hidupku. Maka dari itu, aku (mungkin kalian juga), ingin dengan segenap hati membahagiakan Ibu. 

Sobat, boleh ya aku bercerita sedikit pengalamanku disini...? *Shout it : TENTU... (disertai applause standing),,, hehehehe

Aku dilahirkan prematur 17 tahun lalu disebuah rumah sakit umum di kota kelahiranku. Ya, saat itu usia kehamilan ibuku baru 7 bulan. Malam, Ibuku mengeluh sakit pada Ayahku. Saat itu mereka sedang berbincang-bincang ria. Malam terus berjalan dan dengan tak sabarnya, aku yg masih di dalam kandungan bergejolak hebat di perut ibuku. Kadang aku berfikir, jahatnya aku saat itu. Kerap dan selalu membuatnya meringis kesakitan. Kadang kutendang-lah, dan pastinya gerakan-gerakan usilku menimbulkan rasa sakit yang tak terkira. Namun sobat, Ibu masih tersenyum atas reaksi kita yang seperti itu. Ibu malah senang dan bangga atas kita yang memenuhi ruang-ruang citanya. Ah, itulah engkau bu.. Lanjut!! Sampai pukul 12 malam, aku masih bandel ingin keluar dari perutnya. Ibu dan ayah sangat panik malam itu, namun tak tega merepotkan orang disekitar mereka (nenekku, paman dan bibiku). Hingga akhirnya, ayah cuma bisa bilang "Sabar bu, kita tunggu sampai adzan subuh saja. Saat banyak orang sudah terjaga dari tidurnya." Waaooww... perfect! Ibuku menuruti perintah ayah. Menahan rasa sakit ,berjuang segenap hati menunggu lantunan adzan subuh. Tapi disela-sela penantiannya, ia dendangkan sholawat nabi sembari mengusap-usapku yang bandel di perutnya.
"Sabar ya sayang, sebentar lagi kita akan bertemu. Kamu akan melihat indahnya dunia. Maaf ya sayang, mungkin dunia itu tak seindah tempatmu sebelumnya yakni surga. Namun Ibu, Ayah dan kakakmu amat sangat mengharap kehadiranmu dengan sehat di dunia ini." ucapnya lirih

Subuh pun tiba,seusai sholat dengan duduk, Ibu benar-benar sudah tak tahan. Ada suatu cairan yang membasahi mukena bagian bawahnya. Ayah dengan refleks, membopong ibuku keluar rumah. Mereka menuju rumah nenek dan paman yang letaknya tak jauh dari rumahku. Sampai akhirnya pamanku tahu keadaan ini, Ayah malah diomeli habis-habisan.
"Orang mau lahiran kok disuruh nahan, gimana sih ini!! Seharusnya tadi malam langsung kau bawa ke Rumah Sakit!"
Ayah terdiam. Ibu menangis. Mereka pun mengantar Ibu hingga ke ruang operasi..
Tak sampai disitu penderitaan Ibuku, sobat...
Pukul 05.00 pagi, aku masih bandel, angkuh dan sok. Tak mau keluar dari rahim 'malaikatku'. Masih betah 'disana'.
Hingga baru pukul 10.00 pagi, akhirnya dengan tulus aku menengok dunia baruku.

THE END!
Hmm.. Itulah sekelumit ceritaku tentang malaikatku. Waktu beliau menceritakan ini pertama kali padaku dan kakakku, sejatinya beliau menitikkan airmata. Tapi, beliau tak mau terlihat sedih oleh kenangan manis itu. Masih berusaha tersenyum... Padahal aku tahu betul, diujung matanya ada butiran halus yang hendak menetes. Dihapuslah cepat-cepat butiran itu.

Sobat.... Aku pernah gagal dalam banyak hal. Terutama pendidikanku. Namun, selalu dan selalu, Ibu tak pernah sekalipun memarahiku. Dalam hal itu, jelaslah merosotnya prestasiku akbibat ketidakseriusannya aku sendiri. Tapi dengan sabar, Ibu memberiku motivasi, kata-kata penyemangat, dll. Huh.. kadang terlintas dibenakku, apa kelak, saat aku jadi seorang Ibu (insyaallah) aku bisa seperti beliau? Berjuang segenap jiwa untuk sang buah hati? Ya Allah, betapa besarnya rahmat-Mu yang memberikan masing-masing dari kita seorang malaikat yang tak ternilai harganya.

Pertanyaanku sobat, hingga nafas kita berhembus, apa yang sudah kalian lakukan untuk malaikat kalian tersebut?



Kalau jawabanku, masih sedikit. Ibarat seujung kuku, bagaikan satu debu.. 

Love you mom..
Ibu
Ummi
Mama
Moomy
Emak
Nyak

apalah panggilan kalian terhadap beliau... Beliau tetap dan selamanya menjadi malaikat dalam hidup kalian. So, yuk kita berusaha membalas semua pengorbanannya untuk kita (meski bersifat mustahil usaha kita akan melunasi pengorbanan-pengorbnannya). Setidaknya, kita buat sesering mungkin beliau tersenyum bangga pada kita. Ok!

Let's do it from NOW!!



Oleh: Bintang-Bintang Malam, @ beranda inspirasi,
Selasa, 8 Juni 2010


my lovly slide